Dalam diskusi seru di Grup WhatApps Jajaran Pengurus NU terkait Politik, Ketua MWC NU Gunung Terang Gus Asfiyak, menjelaskan terkait Politik dalam ilmu fiqih. Politik, baik secara praktik maupun teori tidak asing bagi para ulama, khususnya di kalangan pesantren. Sebab dalam khazanah keilmuan Islam, politik dipelajari dalam kitab-kitab fiqih siyasah. Namun, politik yang dijalankan oleh para ulama dan kiai selama ini ialah praktik politik untuk memperkuat kebangsaan dan kerakyatan. Bahkan KH MA Sahal Mahfudh (Rais ‘Aam PBNU 1999-2014) menambahkan konsep etika politik.
Dalam konsep yang dicetuskan oleh Kiai Sahal Mahfudh, ketiga entitas tersebut ialah bagian dari politik tingkat tinggi NU atau siyasah ‘aliyah samiyah. Praktik politik ini digulirkan demi menjaga Khittah NU 1926 yang telah menjadi kesepakatan bersama dalam Munas NU 1983 di Situbondo, Jawa Timur.
Menurut Kiai Sahal Mahfudh, politik kekuasaan yang lazim disebut politik tingkat rendah (siayasah safilah) adalah porsi partai politik bagi warga negara, termasuk warga NU secara perseorangan. Sedangkan NU sebagai lembaga atau organisasi, harus steril dari politik semacam itu. Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam peran politik tingkat tinggi, yakni politik kebangsaan, politik kerakyatan, dan etika berpolitik.
Sementara itu Rois Syuriah MWC NU Pagar Dewa, Ustad Zainul Muhtarom, mengatakan bahwa “Ulama dilarang berpolitik itu siasat belanda agar mudah menguasai sebuah negara karna ulamak adalah punya power untuk umat nya jika ulamak sudah tidak jampur tanggan tentang politik maka Belanda akan mudah untuk mengguasai sebuah negara seperti negara timur tenggah akan Terpecah pecah menjadi negara bagian maka mudah bagi Meraka untuk mengguasainya” ungkapnya.
Samsul Muin Wakil Sekretaris PCNU Tubaba dalam diskusi politiknya, mengatakan “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah “(Ali Imran : 110). Jadi karena di Indonesia negara demokrasi maka berpolitik iku wajib bilhikmah.
Dilain sisi Gus Baihaqi Politikus kawakan dan juga sebagai Rois Syuriyah Lambu Kibang mengatakan bahwa Ghonimah dahulu adalah perang fisik, nah jika sekarang Ghonimah itu perang utek/politik. Perlu diketahui bahwa Kata dasar ghanimah artinya adalah memeroleh sesuatu sebagai hasil dari usaha. Ghanimah adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Sementara itu, yang dimaksud dengan ghanimah adalah harta yang didapatkan dari musuh Islam dengan cara berperang.
Selanjutnya menurut Gus Nasir sebagai insan yang sedang memegang peran di politik memberikan pandangannya, “Kayaknya perlu di bahas lebih lanjut nih soal kata “ghonimah” Agar lebih memudahkan langkah!, Siapa yang kompeten untuk mengangkat point’ ini? Saya usul LBM NU Tubaba yang mengangkat ini agar memudahkan langkah kita ketika di pengadilan yang maha adil kelak!” ujarnya.
Mengutip berita di laman webseit nuonline yang berjudul “Jenis-Jenis Politik yang Harus Diketahui Warga NU” Ahad, 29 Januari 2023 Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin periode 2015-2020 menjelaskan bahwa politik (siyasah) dibagi menjadi 2 jenis. Hal ini penting diketahui oleh pengurus dan warga NU untuk memahami langkah yang harus dilakukan dalam berkhidmah di NU khususnya, dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Adapun kedua jenis politik tersebut adalah
1. Politik tingkat rendah (As-Shiyasah al-Adna)
2. Politik tingkat tinggi (As-Shiyasah al-Ulya).
Kiai Ishom menjelaskan politik tingkat rendah atau As-Shiyasah al-Adna, adalah upaya menjadikan sosok ideal yang layak untuk duduk mengelola pemerintaha mulai dari jajaran Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Di antaranya upaya menjadikan kader NU duduk menjadi wakil rakyat untuk kemasalahatan bersama.
“Maka kalau ada kader-kader terbaik dari Nahdlatul Ulama memenuhi persyaratan untuk duduk di legislatif, dukung mereka sampai jadi. Sekali orang NU kompak, semua posisi penting di negara ini akan dipegang oleh kader-kader NU,” katanya.